BANDUNG - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengapresiasi setiap inovasi masyarakat untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan sampah di Kota Bandung.
Salah satunya mesin pembakar sampah yang aman bagi lingkungan, yakni Wisanggeni Waste Incinerator di TPS Regol, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung.
Untuk mengetahuinya, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana meninjau langsung Wisanggeni Waste Incinerator, Sabtu, 6 Maret 2021.
Menurut Yana, metode pengolahan sampah tersebut bisa digunakan untuk berbagai jenis sampah yang lazim diproduksi oleh rumah tangga di Kota Bandung.
"Kita lihat tetap ada residu. Memang kita hanya ingin tahu soal metodenya dulu, cukup baik. Karena beragam jenis sampah bisa diproses, tinggal nanti penyempurnaan untuk loadingnya," katanya.
Setelah melihat langsung proses pembakaran sampah alat tersebut, Yana pun menilai proses loading saat memasukkan sampah masih kurang efektif. Karena suhu pembakaran dalam alat tersebut harus stabil.
"Ini metodenya bakar sampah dengan sampah. Kalau kita telat masukan sampah itu suhunya turun lagi. Jadi sampahnya harus konsisten masuk," ucapnya.
"Jadi memang ini harus ada metode apakah conveyor atau cerobong dengan gaya gravitasi. Itu bisa memudahkan orang yang meloading sampahnya. Tadi buka-tutup, karena udara cenderung dia balik lagi polutannya," ungkapnya.
Yana pun mengapresiasi dengan metode tersebut, namun harus lebih disempurnakan.
Ia mengakui, incinerator merupakan metode yang cukup lama, tapi diinovasikan dengan efisiensi tempat dan tidak memerlukan ruang yang besar, tetapi dengan kapasitas yang cukup besar.
"Karena dulu untuk bisa memproses jumlah yang sama harus ruang yang besar karena alatnya, inovasinga terus dikembangkan. Sebetulnya ini jenis sampah yang masuk keliatannya bisa lebih banyak organik. Mungkin metode ini bisa ditaruh di pasar yang sifat karakternya lebih banyak sampah organik," ucapnya.
Sementara itu, Manager Operasional TPS Regol, Dani Suryana mengatakan untuk menyelesaikan sampah memang harus secara gotong royong tidak bisa dari pihak pemerintah sendiri yang menangani.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba berkolaborasi juga dengan berbagai pihak untuk menemukan metode yang pengolahan sampah yang lebih efisien.
"Kita harus tetap semangat memilah sampah di rumah sehingga ketika sampai TPS juga sudah terpilah. Tapi pada kenyataannya sampai saat ini masih tercampur sehingga program Pemkot Bandung harus disatukan dengan inovasi seperti ini," katanya.
"Mungkin dengan Wisanggeni ini hanya 30 persen sampah bisa diselesaikan, tapi itu sampah yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis, kalau bernilai ekonomis bisa ke Bank Sampah. Organik juga bisa oleh maggot, sisanya yang tidak termanfaatkan bisa kita proses dengan Wisanggeni," lanjutnya.
Dani mengatakan, Wisanggeni ini sebagai alat untuk membakar sampah yang pemicunya oli bekas dan air. Setelah dipanaskan, kompor akan mengeluarkan api bertekanan tinggi yang digunakan untuk membakar sampah.
Kapasitas sampah yang bisa diproses Wisanggeni sekitar 1 ton per hari dengan 8 jam kerja. Namun harus terus diisi oleh sampah sehingga suhunya konsisten diatas 750 derajat.
"Setelah terbentuk api sempurna di dalam tabung, pemicunya akan ditarik, sehingga menjadi sampah membakar sampah. Setelah itu hanya memerlukan energi listrik yang menggerakkan dinamo untuk filterisasi asap," ucapnya.
"Asap yang keluar juga insyaallah sudah dites oleh Sucofindo bahwa itu masih di bawah ambang batas. Hasil dari pembakaran jika masih besar bisa dibakar ulang, kalau abunya bisa juga dicampur sebagai media tanam, tapi kita belum cek secara lab," imbuhnya.
Salah satunya mesin pembakar sampah yang aman bagi lingkungan, yakni Wisanggeni Waste Incinerator di TPS Regol, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung.
Untuk mengetahuinya, Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana meninjau langsung Wisanggeni Waste Incinerator, Sabtu, 6 Maret 2021.
Menurut Yana, metode pengolahan sampah tersebut bisa digunakan untuk berbagai jenis sampah yang lazim diproduksi oleh rumah tangga di Kota Bandung.
"Kita lihat tetap ada residu. Memang kita hanya ingin tahu soal metodenya dulu, cukup baik. Karena beragam jenis sampah bisa diproses, tinggal nanti penyempurnaan untuk loadingnya," katanya.
Setelah melihat langsung proses pembakaran sampah alat tersebut, Yana pun menilai proses loading saat memasukkan sampah masih kurang efektif. Karena suhu pembakaran dalam alat tersebut harus stabil.
"Ini metodenya bakar sampah dengan sampah. Kalau kita telat masukan sampah itu suhunya turun lagi. Jadi sampahnya harus konsisten masuk," ucapnya.
"Jadi memang ini harus ada metode apakah conveyor atau cerobong dengan gaya gravitasi. Itu bisa memudahkan orang yang meloading sampahnya. Tadi buka-tutup, karena udara cenderung dia balik lagi polutannya," ungkapnya.
Yana pun mengapresiasi dengan metode tersebut, namun harus lebih disempurnakan.
Ia mengakui, incinerator merupakan metode yang cukup lama, tapi diinovasikan dengan efisiensi tempat dan tidak memerlukan ruang yang besar, tetapi dengan kapasitas yang cukup besar.
"Karena dulu untuk bisa memproses jumlah yang sama harus ruang yang besar karena alatnya, inovasinga terus dikembangkan. Sebetulnya ini jenis sampah yang masuk keliatannya bisa lebih banyak organik. Mungkin metode ini bisa ditaruh di pasar yang sifat karakternya lebih banyak sampah organik," ucapnya.
Sementara itu, Manager Operasional TPS Regol, Dani Suryana mengatakan untuk menyelesaikan sampah memang harus secara gotong royong tidak bisa dari pihak pemerintah sendiri yang menangani.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba berkolaborasi juga dengan berbagai pihak untuk menemukan metode yang pengolahan sampah yang lebih efisien.
"Kita harus tetap semangat memilah sampah di rumah sehingga ketika sampai TPS juga sudah terpilah. Tapi pada kenyataannya sampai saat ini masih tercampur sehingga program Pemkot Bandung harus disatukan dengan inovasi seperti ini," katanya.
"Mungkin dengan Wisanggeni ini hanya 30 persen sampah bisa diselesaikan, tapi itu sampah yang sudah tidak memiliki nilai ekonomis, kalau bernilai ekonomis bisa ke Bank Sampah. Organik juga bisa oleh maggot, sisanya yang tidak termanfaatkan bisa kita proses dengan Wisanggeni," lanjutnya.
Dani mengatakan, Wisanggeni ini sebagai alat untuk membakar sampah yang pemicunya oli bekas dan air. Setelah dipanaskan, kompor akan mengeluarkan api bertekanan tinggi yang digunakan untuk membakar sampah.
Kapasitas sampah yang bisa diproses Wisanggeni sekitar 1 ton per hari dengan 8 jam kerja. Namun harus terus diisi oleh sampah sehingga suhunya konsisten diatas 750 derajat.
"Setelah terbentuk api sempurna di dalam tabung, pemicunya akan ditarik, sehingga menjadi sampah membakar sampah. Setelah itu hanya memerlukan energi listrik yang menggerakkan dinamo untuk filterisasi asap," ucapnya.
"Asap yang keluar juga insyaallah sudah dites oleh Sucofindo bahwa itu masih di bawah ambang batas. Hasil dari pembakaran jika masih besar bisa dibakar ulang, kalau abunya bisa juga dicampur sebagai media tanam, tapi kita belum cek secara lab," imbuhnya.
Posting Komentar