Bandung, Liputanjabar - Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan menjajaki teknologi baru pengolahan sampah dari Ikatan Alumni Insitut Teknologi Nasional (IA Itenas). Dalam presentasinya, IA Itenas mengklaim bahwa teknologi yang mereka buat ini memiliki banyak keunggulan.
Peneliti IA Itenas, Ibrahim menyatakan teknologi pengolahan sampah yang bernama Gasifier Ikatan Alumni Itenas (Gasiknas) ini lebih baik dari insenerator. Dari tiga alat yang dikembangkan mampu memproses sampah tanpa harus pemilahan seperti halnya insenerator.
Ibrahim menuturkan, Gasiknas ini dibuat dalam empat model. Setiap modelnya memiliki kapasitas pengolahan berbeda. Mulai dari yang paling kecil yakni Gasiknas 1 untuk skala rumah tangga hingga Gaskinas 4 dengan kemampuan pengolahan berskala besar seperti di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Komposisi sampah di Jabar 60 persen lebih organik basah, kalau sistem insenerator itu kendala harus pilah lagi. Ini hanya pengeringan, menghilangkan cairan inti, terus diproses dan dimasukan," kata Ibrahim di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalemkaum, Kamis (31/1/2019).
Ibrahim membeberkan, kelebihan lain dari Gasiknas yakni lebih ramah lingkungan dari insenerator. Dia mengklaim Gasiknas sama sekali tidak menghasilkan gas buang dioksin walau memproses volume sampah berskala besar.
"Keunggulan gas buang lebih bersih, jadi tidak perlu lagi peralatan untuk mengelola gas buang. Jadi mengupayakan gas hasil pembakaran tidak terlepas ke lingkungan, dengan teknologi ini gas dioksin tidak ada yang keluar sama sekali. Jadi gasnya kita cairkan semua dan menjadi bio oil," ujarnya.
Ibrahim juga mengaku, Gasiknas lebih efisien karena tidak memakan tempat yang besar. Saat ini, Gasiknas sudah melalui tahap pengujian laboratorium dan sudah mulai dibuatkan 'pilot project'.
"Ini lebih kecil dari insenerator, kita hanya 10 persen dari insenerator karena tidak perlu alat pemilahan dan pemisahan," tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Bandung, Oded M Danial menilai teknologi dari IA Itenas pada prinsipnya masih menggunakan sistem yang sama. Namun, dia tetap menugaskan PD. Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) untuk menindaklanjut penelitian dari IA Itenas tersebut.
"Prinsipnya semua teknologinya hampir sama, tapi saya sudah minta untuk diprosres. Karena siapapun warga Bandung atau komunitas yang peduli, akan kita tampung dan akan kita jajaki di lapangan," ucap Oded.
Apabila sudah dijajaki, Oded tinggal melihat hasil akhirnya. Sebab, baginya menangani sampah di Kota Bandung tidak hanya sekadar melenyapkan keberadaannya saja.
"Prinsip umumnya adalah dasarnya adalah teknologi ramah lingkungan, adapun motifnya banyak lah. Yang terpenting di Kota Bandung tidak bermasalah dengan pendekatan berbagai teknologi, yang penting sampah di Kota Bandung beres," ujarnya.
Guna menindaklanjut arahan wali kota, Direktur Utama PD. Kebersihan, Deni Nurdyana Hadimin akan secepatnya menggelar koordinas lebih intensif bersama IA Itenas. Pertemuan lanjutan akan membahas teknis sistem pengolahan Gasiknas.
"Tadi saya diundang di Arcamanik karena katanya teknologi ini sudah diterapkan di sana. Dalam dua tiga hari saya akan coba terus ke sana. Berapa kapisitasnya, jenis sampahnya seperti apa, berapa biayanya, lahan yang diperlukan berapa," tutur Deni.
Dari sekian banyak keunggulan yang dipaparkan oleh IA Itenas, Deni mengaku cukup tertarik dengan skala pengolahan dari Gasiknas. Alat tersebut mampu mengolah sampah dengan volume kecil setingkat sampah rumah tangga.
"Itu yang harus diperdalam, kalau berbicara pirolisis saya sudah dari dua tahun lalu mempelajari tapi dalam skala besar, tadi menyampaikan bisa skala kecil dari rumah atau dari RT. Nah saya tertarik juga seperti apa, kalau ternyata efisien, biaya murah kenapa tidak kan kita lagi fokus pengurangan sampah dari sumber," akunya.
Peneliti IA Itenas, Ibrahim menyatakan teknologi pengolahan sampah yang bernama Gasifier Ikatan Alumni Itenas (Gasiknas) ini lebih baik dari insenerator. Dari tiga alat yang dikembangkan mampu memproses sampah tanpa harus pemilahan seperti halnya insenerator.
Ibrahim menuturkan, Gasiknas ini dibuat dalam empat model. Setiap modelnya memiliki kapasitas pengolahan berbeda. Mulai dari yang paling kecil yakni Gasiknas 1 untuk skala rumah tangga hingga Gaskinas 4 dengan kemampuan pengolahan berskala besar seperti di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Komposisi sampah di Jabar 60 persen lebih organik basah, kalau sistem insenerator itu kendala harus pilah lagi. Ini hanya pengeringan, menghilangkan cairan inti, terus diproses dan dimasukan," kata Ibrahim di Pendopo Kota Bandung, Jalan Dalemkaum, Kamis (31/1/2019).
Ibrahim membeberkan, kelebihan lain dari Gasiknas yakni lebih ramah lingkungan dari insenerator. Dia mengklaim Gasiknas sama sekali tidak menghasilkan gas buang dioksin walau memproses volume sampah berskala besar.
"Keunggulan gas buang lebih bersih, jadi tidak perlu lagi peralatan untuk mengelola gas buang. Jadi mengupayakan gas hasil pembakaran tidak terlepas ke lingkungan, dengan teknologi ini gas dioksin tidak ada yang keluar sama sekali. Jadi gasnya kita cairkan semua dan menjadi bio oil," ujarnya.
Ibrahim juga mengaku, Gasiknas lebih efisien karena tidak memakan tempat yang besar. Saat ini, Gasiknas sudah melalui tahap pengujian laboratorium dan sudah mulai dibuatkan 'pilot project'.
"Ini lebih kecil dari insenerator, kita hanya 10 persen dari insenerator karena tidak perlu alat pemilahan dan pemisahan," tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Bandung, Oded M Danial menilai teknologi dari IA Itenas pada prinsipnya masih menggunakan sistem yang sama. Namun, dia tetap menugaskan PD. Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) untuk menindaklanjut penelitian dari IA Itenas tersebut.
"Prinsipnya semua teknologinya hampir sama, tapi saya sudah minta untuk diprosres. Karena siapapun warga Bandung atau komunitas yang peduli, akan kita tampung dan akan kita jajaki di lapangan," ucap Oded.
Apabila sudah dijajaki, Oded tinggal melihat hasil akhirnya. Sebab, baginya menangani sampah di Kota Bandung tidak hanya sekadar melenyapkan keberadaannya saja.
"Prinsip umumnya adalah dasarnya adalah teknologi ramah lingkungan, adapun motifnya banyak lah. Yang terpenting di Kota Bandung tidak bermasalah dengan pendekatan berbagai teknologi, yang penting sampah di Kota Bandung beres," ujarnya.
Guna menindaklanjut arahan wali kota, Direktur Utama PD. Kebersihan, Deni Nurdyana Hadimin akan secepatnya menggelar koordinas lebih intensif bersama IA Itenas. Pertemuan lanjutan akan membahas teknis sistem pengolahan Gasiknas.
"Tadi saya diundang di Arcamanik karena katanya teknologi ini sudah diterapkan di sana. Dalam dua tiga hari saya akan coba terus ke sana. Berapa kapisitasnya, jenis sampahnya seperti apa, berapa biayanya, lahan yang diperlukan berapa," tutur Deni.
Dari sekian banyak keunggulan yang dipaparkan oleh IA Itenas, Deni mengaku cukup tertarik dengan skala pengolahan dari Gasiknas. Alat tersebut mampu mengolah sampah dengan volume kecil setingkat sampah rumah tangga.
"Itu yang harus diperdalam, kalau berbicara pirolisis saya sudah dari dua tahun lalu mempelajari tapi dalam skala besar, tadi menyampaikan bisa skala kecil dari rumah atau dari RT. Nah saya tertarik juga seperti apa, kalau ternyata efisien, biaya murah kenapa tidak kan kita lagi fokus pengurangan sampah dari sumber," akunya.
Red
Posting Komentar