JAKARTA, (LJ) - Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, banyak kepala daerah yang masih keliru memaknai destinasi wisata. Menurut dia, para kepala daerah masih berpikir pembangunan jalan tol harus dilakukan agar destinasi wisata di wilayahnya ramai dikunjungi.
Padahal, menurutnya sudah ada contoh buruk seperti destinasi widata kawasan Puncak, Jawa Barat yang tanpa disertai sarana transportasi umum, macetnya berkepanjangan.
"Hal yang biasa macet di obyek wisata di mancanegara. Bedanya, di sana macet puluhan meter, di Indonesia puluhan kilometer," ujar Djoko dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (20/1).
Contoh lain, ia katakan, Borobudur yang sebagai tujuan wisata internasional juga tidak menyediakan halte bus dengan layanan bus umum terjadwal. Semua pengunjung wajib bawa kendaraan sendiri, baik pribadi maupun bersama. "Artinya, setiap obyek wisata sudah harus diikuti dengan layanan transportasi umum yang terjadwal," lanjutnya. Dengan begitu, waktu wisata para pelancong tidak dihabiskan untuk kemacetan di jalan.
Di sisi lain, pemilik wisata juga tidak perlu menyediakan lahan parkir luas untuk kendaraan pribadi.
Di luar Jawa yang berkepulauan, pentingnya akses bandara dan pelabuhan sebagai pintu masuk. Namun, dari simpul tersebut, kata dia, dapat dilanjutkan atau terintegrasi dengan moda transportasi lain ke penginapan maupun obyek wisata.
"Transportasi umum yang melayani hingga kawasan wisata mutlak disediakan dalam upaya meningkatkan target pelancong 20 juta di 2019," katanya. (LJ)
Padahal, menurutnya sudah ada contoh buruk seperti destinasi widata kawasan Puncak, Jawa Barat yang tanpa disertai sarana transportasi umum, macetnya berkepanjangan.
"Hal yang biasa macet di obyek wisata di mancanegara. Bedanya, di sana macet puluhan meter, di Indonesia puluhan kilometer," ujar Djoko dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (20/1).
Contoh lain, ia katakan, Borobudur yang sebagai tujuan wisata internasional juga tidak menyediakan halte bus dengan layanan bus umum terjadwal. Semua pengunjung wajib bawa kendaraan sendiri, baik pribadi maupun bersama. "Artinya, setiap obyek wisata sudah harus diikuti dengan layanan transportasi umum yang terjadwal," lanjutnya. Dengan begitu, waktu wisata para pelancong tidak dihabiskan untuk kemacetan di jalan.
Di sisi lain, pemilik wisata juga tidak perlu menyediakan lahan parkir luas untuk kendaraan pribadi.
Di luar Jawa yang berkepulauan, pentingnya akses bandara dan pelabuhan sebagai pintu masuk. Namun, dari simpul tersebut, kata dia, dapat dilanjutkan atau terintegrasi dengan moda transportasi lain ke penginapan maupun obyek wisata.
"Transportasi umum yang melayani hingga kawasan wisata mutlak disediakan dalam upaya meningkatkan target pelancong 20 juta di 2019," katanya. (LJ)
Posting Komentar